Tanggal 16 Januari 2018 kemarin, saya mendengar berita: Museum Bahari Terbakar!!! (klik ini dan ini). Menurut saya, ini berita sedih dan sangat disayangkan, karena di dalam museum tersebut banyak peninggalan sejarah tentang kelautan bangsa Indonesia. Koleksi di museum bahari meliputi kapal-kapal dan perahu-perahu tradisional yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia (entah asli atau replika, sangat tidak ingat), perkembangan alat navigasi pelayaran tradisional sebelum ada teknologi canggih dan pengetahuan lainnya yang berhubungan dengan kelautan (klik ini).
Menurut berita yang saya baca, penyebab kebakaran museum bahari adalah korsleting listrik (baca ini).
Adapun koleksi-koleksi museum yang tebakar dapat dilihat di sini, dan kebetulan ada beberapa koleksi museum yang pernah saya foto (pada Mei 2016, ketika saya berkunjung ke sana).
Tentang Museum Bahari
Saya kutip dari Wikipedia tentang Museum Bahari (klik). Pada masa pendudukan Belanda bangunan ini dulunya adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. Gedung ini awalnya digunakan untuk menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT untuk gudang. Tahun 1976, bangunan cagar budaya ini dipugar kembali, dan kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari (baca juga ini).
Kalau kalian Generasi 90-an, pasti tau dooong sinetron “Si Manis Jembatan Ancol” yang diperankan oleh Diah Permatasari (lalu diganti oleh Kiki Fatmala) dan Ozy Syahputra. Naah, Museum Bahari ini adalah lokasi syuting sinetron Si Manis Jembatan Ancol, ceritanya bangunan ini adalah markas (basecamp) para hantu. Yaaa secara jarak Museum Bahari dengan Jembatan Ancol hanya sekitar 100 meter, jadi para hantu tidak gentayangan terlalu jauh. Hahahaaaaa
Museum Bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini menjadi pelabuhan bongkar muat barang. Setiap hari, para buruh pelabuhan sibuk naik turun membongkar muatan kapal, seperti aktivitas menurunkan kayu yang berasal dari Kalimantan. Di dermaga, berjajar kapal-kapal pinisi atau bugis schooner dengan bentuk khas, meruncing di salah satu ujungnya dan berwarna-warni pada badan kapal.
Pelabuhan Sunda Kelapa sebenarnya telah akrab berhubungan dengan bangsa-bangsa lain sejak abad XII. Ketika itu, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada milik kerajaan Hindu di Jawa Barat, Pajajaran. Kapal-kapal asing yang singgah dan berdagang dengan pedagang lokal, antara lain berasal dari Cina, Jepang, India Selatan, dan Arab. Mereka berlabuh dan membawa berbagai barang, seperti porselen, kopi, sutra, kain, wewangian, kuda, anggur, dan zat warna guna ditukar dengan rempah-rempah yang jadi kekayaan Tanah Air saat itu.
Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Sunda Kelapa pada 1512 untuk mencari rempah-rempah yang amat diminati negara-negara barat. Keberadaan mereka ternyata tidak berlangsung lama. Gabungan kekuatan Kerajaan Banten dan Demak dipimpin Sunan Gunung Jati atau dikenal dengan nama Fatahillah menguasai Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta atau “kemenangan yang nyata” pada 22 Juni 1527.
Setelah itu, Belanda tiba tahun 1596 dengan tujuan yang sama, yaitu mencari rempah-rempah. Rempah-rempah menjadi komoditas andalan. Para pedagang Belanda awalnya mendapat sambutan hangat dari Pangeran Wijayakrama. Namun, hubungan mesra tersebut buyar saat Belanda mengingkari perjanjian perdagangan dan mendirikan benteng di selatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Lambat laun, hubungan pun berubah menjadi penjajahan.
Benteng tersebut dibangun tahun 1613, sekitar 200 meter ke arah selatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pada 1839, di lokasi itu didirikan Menara Syahbandar (sekarang di area depan museum bahari) yang berfungsi sebagai kantor pabean, atau pengumpulan pajak dari barang-barang yang diturunkan di pelabuhan. Lokasi menara menempati salah satu bastion (sudut benteng), sekaligus menandai monopoli perdagangan di Nusantara.
(Sumber Artikel: http://nasional.kompas.com/read/2008/01/10/22394658/museum.bahari.dan.pelabuhan.sunda.kelapa.tempat.wisata.andalan)
Menara Syahbandar
Galangan VOC dari atas Menara Syahbandar
Pelabuhan Sunda Kelapa dari atas Menara Syahbandar
Menurut berita yang saya baca, penyebab kebakaran museum bahari adalah korsleting listrik (baca ini).
Adapun koleksi-koleksi museum yang tebakar dapat dilihat di sini, dan kebetulan ada beberapa koleksi museum yang pernah saya foto (pada Mei 2016, ketika saya berkunjung ke sana).
Tentang Museum Bahari
Saya kutip dari Wikipedia tentang Museum Bahari (klik). Pada masa pendudukan Belanda bangunan ini dulunya adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. Gedung ini awalnya digunakan untuk menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT untuk gudang. Tahun 1976, bangunan cagar budaya ini dipugar kembali, dan kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari (baca juga ini).
Kalau kalian Generasi 90-an, pasti tau dooong sinetron “Si Manis Jembatan Ancol” yang diperankan oleh Diah Permatasari (lalu diganti oleh Kiki Fatmala) dan Ozy Syahputra. Naah, Museum Bahari ini adalah lokasi syuting sinetron Si Manis Jembatan Ancol, ceritanya bangunan ini adalah markas (basecamp) para hantu. Yaaa secara jarak Museum Bahari dengan Jembatan Ancol hanya sekitar 100 meter, jadi para hantu tidak gentayangan terlalu jauh. Hahahaaaaa
Museum Bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa
Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini menjadi pelabuhan bongkar muat barang. Setiap hari, para buruh pelabuhan sibuk naik turun membongkar muatan kapal, seperti aktivitas menurunkan kayu yang berasal dari Kalimantan. Di dermaga, berjajar kapal-kapal pinisi atau bugis schooner dengan bentuk khas, meruncing di salah satu ujungnya dan berwarna-warni pada badan kapal.
Pelabuhan Sunda Kelapa sebenarnya telah akrab berhubungan dengan bangsa-bangsa lain sejak abad XII. Ketika itu, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada milik kerajaan Hindu di Jawa Barat, Pajajaran. Kapal-kapal asing yang singgah dan berdagang dengan pedagang lokal, antara lain berasal dari Cina, Jepang, India Selatan, dan Arab. Mereka berlabuh dan membawa berbagai barang, seperti porselen, kopi, sutra, kain, wewangian, kuda, anggur, dan zat warna guna ditukar dengan rempah-rempah yang jadi kekayaan Tanah Air saat itu.
Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Sunda Kelapa pada 1512 untuk mencari rempah-rempah yang amat diminati negara-negara barat. Keberadaan mereka ternyata tidak berlangsung lama. Gabungan kekuatan Kerajaan Banten dan Demak dipimpin Sunan Gunung Jati atau dikenal dengan nama Fatahillah menguasai Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta atau “kemenangan yang nyata” pada 22 Juni 1527.
Setelah itu, Belanda tiba tahun 1596 dengan tujuan yang sama, yaitu mencari rempah-rempah. Rempah-rempah menjadi komoditas andalan. Para pedagang Belanda awalnya mendapat sambutan hangat dari Pangeran Wijayakrama. Namun, hubungan mesra tersebut buyar saat Belanda mengingkari perjanjian perdagangan dan mendirikan benteng di selatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Lambat laun, hubungan pun berubah menjadi penjajahan.
Benteng tersebut dibangun tahun 1613, sekitar 200 meter ke arah selatan Pelabuhan Sunda Kelapa. Pada 1839, di lokasi itu didirikan Menara Syahbandar (sekarang di area depan museum bahari) yang berfungsi sebagai kantor pabean, atau pengumpulan pajak dari barang-barang yang diturunkan di pelabuhan. Lokasi menara menempati salah satu bastion (sudut benteng), sekaligus menandai monopoli perdagangan di Nusantara.
(Sumber Artikel: http://nasional.kompas.com/read/2008/01/10/22394658/museum.bahari.dan.pelabuhan.sunda.kelapa.tempat.wisata.andalan)
Menara Syahbandar
Galangan VOC dari atas Menara Syahbandar
Pelabuhan Sunda Kelapa dari atas Menara Syahbandar
Komentar
Posting Komentar