Februari 2014
Gunung yang menurut saya lebih mirip bukit ini letaknya tidak jauh dari rumah saya (untuk lokasi klik ini). Ketika saya kecil (tahun 1990-an), untuk menuju Gunung Pinang, cukup berjalan kaki dari belakang komplek perumahan saya, hanya dengan melewati sawah dan lapangan tanah merah, dengan jarak sekitar 1,5 km.
Om saya dan kawan-kawannya sering sekali mendaki Gunung Pinang dan mengajak adik saya (yang saat itu masih TK, sekarang adik saya sudah memiliki 2 orang anak dan anak sulungnya sudah TK, heheheee). Menurut cerita adik saya, ketika itu di puncak Gunung Pinang terdapat sebuah bangunan mirip pagoda yang sudah bobrok dan hampir rubuh (dia menyebutnya dengan rumah “Mak Lampir”). Selain bangunan tua, ada juga sebuah makam tua yang tulisan di batu nisannya sudah tidak terbaca lagi.
Ketika saya SMP (tahun 1997), sekolah mengadakan outing class untuk anak-anak Pramuka ke Gunung Pinang, dari sekolah menuju ke Gunung Pinang juga cukup berjalan kaki 500 meter.
Ketika saya SMA (tahun 1999), Gunung Pinang yang dikelola oleh Perum Perhutani akhirnya membuka pintu gerbang masuk tepat di pinggir jalan raya dan dibuka untuk pengunjung umum. Bagi penggemar olahraga sepeda downhill, di Gunung Pinang ini juga disediakan jalur khusus untuk olahraga tersebut.
Tahun 2014 adalah pertama kalinya saya dan kawan saya Mbak Nina (model foto saya, hueeekekekeeek) ke Gunung Pinang lewat gerbang depan, hahahaaa. Karena akses jalan menuju Gunung Pinang dari belakang komplek perumahan saya sudah ditutup dan sudah banyak dibangun komplek perumahan lainnya. 4 tahun yang lalu di Gunung Pinang menurut saya masih terbilang asri, masih segar, masih sepi, hanya beberapa orang saja yang rekreasi ke Gunung Pinang, ada juga expatriate asal Korea Selatan (karena Gunung Pinang dekat dengan perumahan dinas PT Krakatau Posco) yang berolahraga jalan santai ke Gunung Pinang. Bisa lihat di artikel lain di sini.
Dan ini adalah foto-foto yang saya ambil ketika tahun 2014
















Banyak "peninggalan" usil dari pengunjung yang jahil dan tidak bertanggungjawab, seperti mencoret-coret batu dan pohon.


Gunung Pinang pada tahun 2017 mulai membuat konsep tempat rekreasi seperti di Gunung Pancar Sentul Bogor dengan membuat beberapa spot foto seperti payung gantung warna-warni, bebatuan di pinggir jalan dicat warna-warni, rumah hobbit dan gardu pandang (lihat di sini) dan rencananya di tahun 2018 ini akan dibuat wahana sepeda gantung seperti di Lodge Maribaya Bandung. Mungkin tujuannya untuk menambah pemasukan daerah dari tempat wisata Gunung Pinang. Tapi menurut saya kondisi Gunung Pinang saat ini sangat menyedihkan. Wisata rekreasi yang "kekinian" di Gunung Pinang tidak diimbangi dengan kebersihan lingkungan di sana. Banyak sekali sampah yang mengotori area puncak Gunung Pinang karena ulah para pengunjung yang tidak bertanggungjawab. Selain terlihat kotor, di puncak Gunung Pinang juga terlihat sangat kumuh dan tidak rapi. Harapan saya, semoga pengelola Gunung Pinang tidak hanya mengutamakan keuntungan saja, tetapi juga memperhatikan kebersihan, keindahan, kerapihan dan keasrian Gunung Pinang, agar ke depannya Gunung Pinang tetap terlihat cantik dan asri. Semoga.
Pemandangan puncak Gunung Pinang tahun 2014, sangat berbeda sekali dengan kondisi sekarang.




















Masih banyak juga pengunjung jorok lainnya membuang sampah sembarangan.




Gunung yang menurut saya lebih mirip bukit ini letaknya tidak jauh dari rumah saya (untuk lokasi klik ini). Ketika saya kecil (tahun 1990-an), untuk menuju Gunung Pinang, cukup berjalan kaki dari belakang komplek perumahan saya, hanya dengan melewati sawah dan lapangan tanah merah, dengan jarak sekitar 1,5 km.
Om saya dan kawan-kawannya sering sekali mendaki Gunung Pinang dan mengajak adik saya (yang saat itu masih TK, sekarang adik saya sudah memiliki 2 orang anak dan anak sulungnya sudah TK, heheheee). Menurut cerita adik saya, ketika itu di puncak Gunung Pinang terdapat sebuah bangunan mirip pagoda yang sudah bobrok dan hampir rubuh (dia menyebutnya dengan rumah “Mak Lampir”). Selain bangunan tua, ada juga sebuah makam tua yang tulisan di batu nisannya sudah tidak terbaca lagi.
Ketika saya SMP (tahun 1997), sekolah mengadakan outing class untuk anak-anak Pramuka ke Gunung Pinang, dari sekolah menuju ke Gunung Pinang juga cukup berjalan kaki 500 meter.
Ketika saya SMA (tahun 1999), Gunung Pinang yang dikelola oleh Perum Perhutani akhirnya membuka pintu gerbang masuk tepat di pinggir jalan raya dan dibuka untuk pengunjung umum. Bagi penggemar olahraga sepeda downhill, di Gunung Pinang ini juga disediakan jalur khusus untuk olahraga tersebut.
Tahun 2014 adalah pertama kalinya saya dan kawan saya Mbak Nina (model foto saya, hueeekekekeeek) ke Gunung Pinang lewat gerbang depan, hahahaaa. Karena akses jalan menuju Gunung Pinang dari belakang komplek perumahan saya sudah ditutup dan sudah banyak dibangun komplek perumahan lainnya. 4 tahun yang lalu di Gunung Pinang menurut saya masih terbilang asri, masih segar, masih sepi, hanya beberapa orang saja yang rekreasi ke Gunung Pinang, ada juga expatriate asal Korea Selatan (karena Gunung Pinang dekat dengan perumahan dinas PT Krakatau Posco) yang berolahraga jalan santai ke Gunung Pinang. Bisa lihat di artikel lain di sini.
Dan ini adalah foto-foto yang saya ambil ketika tahun 2014
Banyak "peninggalan" usil dari pengunjung yang jahil dan tidak bertanggungjawab, seperti mencoret-coret batu dan pohon.
Gunung Pinang pada tahun 2017 mulai membuat konsep tempat rekreasi seperti di Gunung Pancar Sentul Bogor dengan membuat beberapa spot foto seperti payung gantung warna-warni, bebatuan di pinggir jalan dicat warna-warni, rumah hobbit dan gardu pandang (lihat di sini) dan rencananya di tahun 2018 ini akan dibuat wahana sepeda gantung seperti di Lodge Maribaya Bandung. Mungkin tujuannya untuk menambah pemasukan daerah dari tempat wisata Gunung Pinang. Tapi menurut saya kondisi Gunung Pinang saat ini sangat menyedihkan. Wisata rekreasi yang "kekinian" di Gunung Pinang tidak diimbangi dengan kebersihan lingkungan di sana. Banyak sekali sampah yang mengotori area puncak Gunung Pinang karena ulah para pengunjung yang tidak bertanggungjawab. Selain terlihat kotor, di puncak Gunung Pinang juga terlihat sangat kumuh dan tidak rapi. Harapan saya, semoga pengelola Gunung Pinang tidak hanya mengutamakan keuntungan saja, tetapi juga memperhatikan kebersihan, keindahan, kerapihan dan keasrian Gunung Pinang, agar ke depannya Gunung Pinang tetap terlihat cantik dan asri. Semoga.
Pemandangan puncak Gunung Pinang tahun 2014, sangat berbeda sekali dengan kondisi sekarang.
Masih banyak juga pengunjung jorok lainnya membuang sampah sembarangan.
Komentar
Posting Komentar