Langsung ke konten utama

Semarang: Kesampaian Juga!!!

November 2016

Sebenarnya, sudah dari tahun 2013 saya pengen banget jalan-jalan ke Semarang. Tapi baru tahun 2016 saya bisa berkunjung ke Semarang, dulu sih alasannya karena nggak ada teman jalan. Tapi setelah nekat jalan-jalan keluar kota sendiri waktu ke Solo (klik ini), ternyata travelling sendiri seru juga kok. Heheheee.

Saya ke Semarang bersama kawan saya, Mbak Winda. Mbak Winda setelah pindah tempat kerja (dimana di tempat kerja yang baru, Mbak Winda bisa ambil ambil cuti) lebih bisa menikmati hidup dan bisa diajak travelling, hahahaaa (iya Mbak, jangan kerja melulu, stress nanti). Selain itu Mbak Winda juga ternyata suka mengunjungi tempat-tempat wisata sejarah seperti saya. Waaah klop dong kalau begitu!!!

Lho kok mengunjungi tempat wisata sejarah harus keluar kota???
Hmmm, begini, di kota kami tempat wisata sejarah tidak terlalu banyak, selain itu juga kondisinya tidak terawat dengan baik.

HARI KE-1

Kami tiba di Semarang pukul 08.00 pagi, jadi dari bandara dengan menggunakan taksi kami langsung ke tempat tujuan.

1. LAWANG SEWU
Menurut sumber (klik ini), Lawang Sewu dulu bernama Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij didirikan pada tanggal 27 Agustus 1863 dan merupakan salah satu perusahaan kereta api di Hindia Belanda yang melayani kereta api di daerah Jawa Tengah dan Ngayogyakarta Hadiningrat (kini DIY); namun juga tercatat melayani Batavia, Buitenzorg, dan sekitarnya. Atau artikel sejarah lain tentang Lawang Sewu dapat dilihat di sini atau di sini.





Berkeliling Lawang Sewu, kami ditemani oleh Mas Andri selaku Tour Guide (orangnya ramah sekali, heheee). Setelah memakan waktu cukup lama, proses pemugaran selesai pada bulan Juni 2011 dan kembali dibuka untuk masyarakat umum pada tanggal 5 Juli 2011. Pembukaan Lawang Sewu ini diresmikan oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono. Saat ini Lawang Sewu digunakan sebagai museum tentang sejarah Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. Banyak foto-foto Lawang Sewu tempo dulu, komponen dan mesin kereta api jaman dulu, peralatan administrasi kereta api yang dipakai saat dulu kala dan benda-benda lainnya yang masih berhubungan dengan sejarah Lawang Sewu juga kereta api. Saya tidak sempat mengambil foto-foto isi museum, karena serius dan tertarik dengan cerita sejarah dari Mas Andri. (eiiits, tertarik sama ceritanya atau samaaa ……???).

Ada yang menarik dari maksud atau ceita dibalik desain mozaik kaca inlay di Lawang Sewu. Menurut sumber (klik ini) terdapat empat buah mozaik kaca inlay besar yang menjadi daya tarik utama gedung Lawang Sewu Semarang. Menurut sejarahnya, mozaik kaca inlay di gedung ini dibuat oleh seniman kaca inlay asal Belanda bernama J.L. Schouten dari studio seni kaca inlay T. Prinsenhof di Delf. Ornamen mozaik kaca inlay di gedung ini memiliki motif-motif gambar yang menjelma sebagai jalinan relief.

Setiap gambar dari empat ornamen relief kaca inlay di gedung Lawang Sewu memiliki cerita dan makna tersendiri. Dan berikut adalah cerita dan makna di balik ornamen kaca inlay itu:
Mozaik kaca inlay pertama melambangkan kemakmuran dan keindahan alam Jawa beserta isinya, yang bermakna semua adalah milik kekukasaan Hindia Belanda.
Mozaik kaca inlay yang kedua bercerita tentang Kota Semarang dan Batavia pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu.
Mozaik kaca inlay yang ketiga menggambarkan Kota Semarang dan Batavia sebagai pusat perdagaangan laut atau maritim. Seolah-olah pemerintahan Hindia Belanda ingin menceritakan kebesaran armada maritimnya.
Mozaik kaca inlay yang keempat adalah gambar dua orang perempuan yang menggambarkan sosok Dewi Fortuna dan Dewi Venus. Sosok Dewi Fortuna atau dewi keberuntungan yang tergambar pada relief kaca inlay menyiratkan makna bahwa pemerintahan Hindia Belanda selalu diberkahi dengan keberuntungan. Kemudian sosok Dewi Venus atau dewi kecantikan dan cinta kasih yang terbentuk dalam kaca inlay menyiratkan bahwa pemerintahan Hindia Belanda mengharapkan selalu datangnya kejayaan.







Atap bangunan yang tinggi dan lorong bawah tanah yang selalu tergenang air dengan tujuan untuk menjaga suhu ruangan agar tetap sejuk (dulu kan belum ada AC), karena memang suhu di kota Semarang ini panaaas sekali (alasannya karena dekat dengan laut), lebih panas dari kota tempat tinggal saya yang juga sama dekat dengan laut. Selain itu pada masa penjajahan Jepang, lorong bawah tanah (yang tingginya tak sampai satu setengah meter) ini digunakan sebagai “Penjara Jongkok” untuk menyiksa para tahanan. Tidak heran banyak cerita mistis dan kesan angker dari bangunan ini. Bahkan dulu di Lawang Sewu ini ada wisata uji nyali ke lorong bawah tanah tersebut, tapi sekarang sudah ditutup dan tidak diizinkan lagi, mungkin mengingat resiko dampak gaibnya. Heheheee

Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Walaupun kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (sumber klik ini)





















Kata Mas Andri, lorong pintu-pintu antar ruangan ini adalah jalur untuk petugas pengawas pekerjaan, yang selalu berjalan mondar-mandir melewati pintu-pintu ini dari ruangan satu ke ruangan yang lain guna mengawasi pekerjaan para pegawai atau staff administrasi. Maka dari itu, pengawas pekerjaan saat ini disebut dengan istilah MANDOR yang berasal dari kata “Man In Door”. Hahahaaa
























Mbak Winda dan Mas Andri

2. KELENTENG SAM POO KONG
Dari Lawang Sewu kami menuju Kelenteng Sam Poo Kong dengan taksi. Saya ambil dari Wikipedia, Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He/ Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".

Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.











Ulasan tentang sejarah Kelenteng Sam Poo Kong juga dapat dibaca di sini dan beberapa daftar bangunan yang ada di Kelenting Sam Poo Kong.

Tempat Pemujaan Dewa Bumi




Di dalam satu klenteng, selain dewa tuan rumah pasti ada Dewa Bumi. Umat biasanya berdoa kepada Tian (Tuhan/ langit) lalu kepada Tei (dewa bumi). Dewa Bumi atau Hok Tek Ceng Sin merupakan dewa rezeki dan berkah.

Awalnya umat berdoa kepada Dewa Bumi untuk meminta kesuburan tanah, hasil panen yang berlimpah dan bebas hama. Tapi tidak menutup kemungkinan, umat juga bisa meminta kesehatan, keselamatan, dagangan laris, hidup damai dan makmur kepada Dewa Bumi.

Makam Kyai Juru Mudi


Nahkoda armada Zheng He yang bernama Ong Keng Hong/ Wang Jing Hong saat datang ke Pulau Jawa untuk kedua kalinya mendadak jatuh sakit. Dikarenakan sakit keras, ia tidak bisa melanjutkan perjalanan dan harus beristirahat di Semarang untuk mendapat pengobatan.

Setelah sembuh, Wang memilih untuk tetap tinggal di Simongan dan bergaul dengan penduduk setempat. Ia menggarap lahan dan membangun rumah. Berkat jerih payahnya, lingkungan sekitar gua jadi berkembang dan makmur.

Wang Jing Hong meninggal pada usia 87 tahun dan dimakamkan di samping gua Sam Poo Kong. Makam tersebut dikenal dengan sebutan Makam Kyai Juru Mudi.

Tempat Pemujaan Sam Poo Kong/ Sam Poo Tay Djien

Di sinilah tempat utama bagi umat yang ingin sembahyang pada Sam Poo Kong. Dinding luar gedung dihiasi oleh relief batu yang menceritakan kisah perjalanan Laksamana Zheng He selama kurang lebih 30 tahun di abad ke-15. Bebatuan yang digunakan untuk relief ini berasal dari Tiongkok. Sementara ukirannya dikerjakan oleh seniman Bali.


Laksamana Cheng Ho



Berfoto di Kelenteng Sam Poo Kong ini, kita terlihat seperti berfoto di negara tirai bambu, heheheee.










Nggak apa-apa modelnya ngeblur, yang penting belakangnya jelas, heheheee



3. MASJID AGUNG JAWA TENGAH
Karena sudah memasuki waktu sholat dzuhur, sebelum menuju ke penginapan kami ke Masjid Agung Jawa Tengah dulu untuk sholat dan istirahat sebentar. Oh iya, jangan salah lho ya, menyebut Masjid Agung Jawa Tengah dengan Masjid Agung Semarang, karena adalagi masjid agung di Semarang yang biasanya disebut Masjid Kauman Semarang. Kalau kita menggunakan jasa taksi, khawatir pak sopirnya salah kira, heheheee.

Masih dari Wikipedia (klik ini) Masjid Agung Jawa Tengah adalah masjid yang terletak di Semarang, provinsi Jawa Tengah. Masjid ini mulai dibangun sejak tahun 2001 hingga selesai secara keseluruhan pada tahun 2006. Masjid ini berdiri di atas lahan 10 hektare. Masjid Agung diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.

Masjid Agung Jawa Tengah dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Diarsiteki oleh Ir. H. Ahmad Fanani dari PT. Atelier Enam Jakarta yang memenangkan sayembara desain MAJT tahun 2001. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa namun dibagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter ditiap penjuru atapnya sebagai bentuk bangunan masjid universal Islam lengkap dengan satu menara terpisah dari bangunan masjid setinggi 99 meter.





Gaya Romawi terlihat dari bangunan 25 pilar di pelataran masjid. Pilar-pilar bergaya koloseum Athena di Romawi dihiasi kaligrafi kaligrafi yang indah, menyimbolkan 25 Nabi dan Rosul, di gerbang ditulis dua kalimat syahadat, pada bidang datar tertulis huruf Arab Melayu “Sucining Guno Gapuraning Gusti“.



Area serambi Masjid Agung Jawa Tengah dilengkapi 6 payung raksasa otomatis seperti yang ada di Masjid Nabawi, Tinggi masing masing payung elektrik adalah 20 meter dengan diameter 14 meter. Payung elektrik dibuka setiap salat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha dengan catatan kondisi angin tidak melebihi 200 knot, namun jika pengunjung ada yang ingin melihat proses mengembangnya payung tersebut bisa menghubungi pengurus masjid.

Setelah sholat dzuhur, istirahat sebentar dan foto-foto kami langsung menuju penginapan. Kami menginap di Roemah Pantes alamat Jalan Kalikuping 1 No. 18, Semarang Tengah (klik ini) dan seperti yang saya bilang tadi, kita harus tau alamatnya karena di daerah ini banyak nama-nama tempat yang hampir mirip sehingga salah tujuan, pak sopir malah membawa kami ke Hotel Pantes Semarang di Jalan Kawi No.49, Candisari (klik ini). Hahahaaa







Alasan saya memilih di daerah Kalikuping, karena tidak jauh dari Kota Lama Semarang hanya sekitar ± 1km saja dengan berjalan kaki.

Ada cerita lucu dan ngenes ketika kami sampai di penginapan. Sedari pagi tiba di Semarang sampai sore ternyata kami belum makan, lapaaar perut ini. Kamipun akhirnya mencari warung-warung makan di pinggir jalan. Sebenarnya banyak tempat makan di sepanjang jalan, tetapi karena di daerah ini kebanyakan adalah warga keturunan Tionghoa, jadi kami tidak terlalu yakin, heheheee. Lumayan jauh kami jalan kaki (± 800mtr) sambil kehujanan, raut wajah sudah kuyu, tenaga sudah lemas dan hampir menangis karena putus asa akhirnya kami menemukan warung kecil yang menjual soto dan ayam goreng, kami makan di situ karena melihat yang berdagang adalah seorang ibu berjilbab. Lahap kami santap nasi soto dan ayam goreng, harganya pun murah.

Sehabis makan kami kembali ke penginapan, dari maghrib sampai malam hari kami tidak kemana-mana karena sudah terlalu capek jalan-jalan dan cari makan. Jadi malam itu kami habiskan beristirahat agar tenaga terisi kembali untuk perjalanan esok hari.

HARI KE-2

1. KOTA LAMA SEMARANG
Dari penginapan ke Kota Lama Semarang tidak jauh, cukup berjalan kaki saja sejauh ± 1km. Namanya juga pengunjung dari luar kota, berjalan kaki menyusuri tempat cukup seru kok (asal jaraknya jangan terlalu jauh, heheheee).

Lagi-lagi dari Wikipedia (klik ini) Kota Lama Semarang adalah suatu kawasan di Semarang yang menjadi pusat perdagangan pada abad 19-20 . Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan wilayahnya, maka kawasan itu dibangun benteng, yang dinamai benteng Vijhoek. Untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang dibenteng itu maka dibuat jalan-jalan perhubungan, dengan jalan utamanya dinamai: Heeren Straat. Saat ini bernama Jl. Let Jen Soeprapto. Salah satu lokasi pintu benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan Berok, yang disebut De Zuider Por.

Kawasan Kota Lama Semarang disebut juga Outstadt. Luas kawasan ini sekitar 31 hektare. Dilihat dari kondisi geografi, tampak bahwa kawasan ini terpisah dengan daerah sekitarnya, sehingga tampak seperti kota tersendiri, sehingga mendapat julukan "Little Netherland". Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan saksi bisu sejarah Indonesia masa kolonial Belanda lebih dari 2 abad, dan lokasinya berdampingan dengan kawasan ekonomi. Di tempat ini ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kukuh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang. ==Bangunan di Kota Lama Semarang== Secara umum karakter bangunan di wilayah ini mengikuti bangunan-bangunan di benua Eropa sekitar tahun 1700-an. Hal ini bisa dilihat dari detail bangunan yang khas dan ornamen-ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Seperti ukuran pintu dan jendela yang luar biasa besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap yang unik, sampai adanya ruang bawah tanah.

Seperti kota-kota lainnya yang berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda, dibangun pula benteng sebagai pusat militer. Benteng ini berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun di sisi barat kota lama Semarang saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Masing-masing menara diberin ama: Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk dan Bunschoten. Pemerintah Belanda memindahkan permukiman Cina pada tahun 1731 di dekat permukiman Belanda, untuk memudahkan pengawasan terhadap segala aktivitas orang Cina. Oleh sebab itu, Benteng tidak hanya sebagai pusat militer, namun juga sebagai menara pengawas bagi segala aktivitas kegiatan orang Cina.






Kumpulan poster film-film jadul di toko barang antik, daerah Kota Lama Semarang (ada yang pernah nonton filmnya nggak nih?)







Tempat-tempat yang kami kunjungi (hanya dari luar saja, heheee) di Kota Lama Semarang adalah:
GPIB Immanuel Semarang atau Gereja Balenduk


















Gereja Blenduk (kadang-kadang dieja Gereja Blendug dan seringkali dilafazkan sebagai mBlendhug) adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/GPIB_Immanuel_Semarang)

Marba Semarang


Bangunan yang beralamat di Jl. Let. Jend. Suprapto No. 33 Semarang Jawa Tengah ini dibangun dengan diprakarsai oleh Marta Badjunet (klik ini), yaitu seorang warga negara Yaman. Marta Badjunet adalah seorang saudagar kaya pada jaman itu. Kemudian untuk mengenang jasanya bangunan kuno ini di namai dari singkatan namanya yang di sebut “Marba”. Dulunya gedung ini difungsikan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut / EMKL. Selain itu gedung ini juga di gunakan untuk toko yang modern dan merupakan toko modern satu-satunya pada saat itu, De Zeikel.

Kemudian setelah pensiun, perusahaan pelayarannya dipegang oleh anaknya MR MARZUKI BAWAZIR. Namun sangat disayangkan gedung kuno yang eksotis ini kini sudah tidak ada aktivitasnya dan digunakan untuk gudang. Gedung ini sekarang tampak tidak terawat, karena kurang terawat dan terbengkalai.

Dilihat dari ornamen dekorasinya, bangunan ini mulai meninggalkan gaya neoklasik dan mengadopsi arsitektur tropis Hindia Belanda. Material bata, kayu, dan sedikit besi tuang menjadi ciri khas bangunan ini. Setiap elemen seperti kolom dan jendela memiliki bentuk yang simetri dan tertata. Jika di bayangkan bangunan semegah ini pada jaman dulu bisa disimpulkan bangunan ini merupakan salah satu bangunan termegah pada saat itu. (Sumber: https://situsbudaya.id/gedung-marba-di-kota-lama-semarang/)

Pabrik Rokok Praoe Lajar

Karyawan yang telat masuk kerja, heheheee




Yang jagain motor karyawan pabrik

Pabrik Rokok ini terletak di Jalan Merak No. 15, Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. Sebagai salah satu rokok indie, dengan segmen pasar kelas menengah bawah, yang sebagian besar dari kita mungkin belum pernah melihat iklannya di media atau mungkin juga belum pernah melihat rokoknya di toko atau warung, merupakan prestasi yang patut diacungi jempol karena pabrik rokok Praoe Lajar ini masih beroperasi hingga kini. (Sumber: https://situsbudaya.id/pabrik-rokok-praoe-lajar-di-semarang/)

SPIEGEL Bar & Bistro








Gedung Spiegel terletak di Jalan Letnan Jenderal Suprapto No. 34, Kota Lama, Semarang Utara, Tanjung Mas, Tj. Mas, Semarang Utara, Kota Semarang. Perusahaan Winkel Maatschappij “H Spiegel” yang dulu menempati bangunan ini adalah sebuah toko yang menyediakan berbagai macam barang baik keperluan rumah tangga atau keperluan kantor dengan model terbaru. Beberapa barang yang disajikan antara lain: tekstil dari kapas atau lenin, keperluan rumah tangga, mesin ketik, furniture, keperluan untuk olah raga dan sebagainya. Perusahaan ini pertama kali dibangun pada tahun 1895 oleh Tuan Addler. Kemudian Tuan H. Spiegel diangkat menjadi manajer perusahaan ini. Lima tahun kemudian, Tuan H. Spiegel menjadi pemiliknya. Pada tahun 1908 perusahaan ini menjadi perusahaan terbatas.

Sempat menjadi bangunan yang kurang terawat dan di-alihfungsikan menjadi gudang. Saat ini sudah direnovasi menjadi sebuah restoran dengan nama SPIEGEL Bar & Bistro, untuk ulasan tentang metamorfosa bangunan ini dapat dilihat di sini, suasana restoran dan menu juga bisa dilihat di sini dan di akun instagram @spiegelbistro.

Gedung Jiwasraya Semarang


Gedung Jiwasraya terletak di Jl Letjen S Parman No 29A Gajah Mungkur, Semarang. Kantor yang saat ini ditempati Gedung PT Jiwasraya Semarang merupakan bekas gedung Nederlandsch Indische Leven Sverzeking De Lifrente Maatschaapij (NIJJMI) yang dibangun di Kota Lama dengan arsiteknya bernama Thomas Karsten (arsitek beberapa bangunan di Kota Lama dan Candi Baru) pada tahun 1916-an. Gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor Balaikota Semarang pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Perusahaan ini berdiri dengan satu tujuan mulia, yaitu mendidik masyarakat merencanakan masa depan. Tanggal 31 Desember 1859 menjadi awal kiprah Jiwasraya di Indonesia yang lahir dengan nama Nederlandsche Indische Levenverzekering en Lijvrente Maatschappij (NILLMIJ). Dalam perjalanannya, perusahaan mengalami peleburan dengan sembilan perusahaan milik pemerintah kolonial Belanda lainnya dan satu perusahaan nasional. Pada tahun 1973 beralih menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia yang kini lebih dikenal sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Bangunan tiga lantai ini memiliki elevator yang diyakini sebagai yang tertua di Indonesia. Gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor Balaikota Semarang pada masa pemerintahan Hindia Belanda. (Sumber: https://situsbudaya.id/gedung-jiwasraya-semarang/)

Old City 3D Trick Art Museum Semarang
Adalah satu-satunya tempat di Kota Lama Semarang yang kami kunjungi dan masuk ke dalamnya, heheheee. Dari website Old City 3D Trick Art Museum Semarang. OLD CITY 3D TRICK ART MUSEUM adalah museum 3D terbesar di Jawa Tengah tepatnya berada di kawasan kota lama Semarang.

Old City 3D Trick Art adalam museum foto atau gambar 3 dimensi yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk berwisata di Jawa Tengah khususnya kota semarang dan untuk menambah tempat tujuan wisatakota Semarang, serta untuk menghidupkan kembali kawasan kota lama Semarang agar semakin marak. Alamat di Jl. Letjen Suprapto No.26, Tj. Mas, Semarang Utara, Kota Semarang.



















































































































2. KAMPOENG SEMARANG

Di Kampoeng Semarang kami belanja oleh-oleh pakaian dan aksesoris etnik. Untuk lebih jelas bisa dilihat di website Kampoeng Semarang. Untuk menuju tempat ini dari Kota Lama Semarang dapat menggunakan Bus Trans Semarang.



3. JALAN PANDANARAN SEMARANG

Untuk oleh-oleh makanan khas Semarang kami belanja di Jalan Pandanaran Semarang. Di sepanjang ini banyak toko-toko terkenal yang menjual aneka makanan untuk oleh-oleh. Di tempat inilah makanan khas Semarang seperti lumpia, bandeng presto, dan wingko babat dapat ditemui dengan mudah (sumber lihat di sini). Puas berbelanja oleh-oleh kami kembali ke penginapan sore hari, dari Jalan Pandanaran Semarang menuju penginapan sejauh ± 2,5km kami tempuh dengan berjalan kaki. Berat dan sambil tergopoh-gopoh membawa belanjaan, kami menelusuri jalan melalui jalanan kampung dengan bantuan google map. Hahahaaa. Sejak awal perjalanan kami selalu menggunakan taksi dan berjalan kaki, maklum ketika itu belum ada fasilitas kendaraan online seperti GRAB atau GOJEK.





4. PASAR SEMAWIS

Naaah, ini cerita paling memalukan (walaupun hanya diri sendiri yang tau). Penginapan kami ini letaknya dekat sekali dengan Pasar Semawis. Jadi setiap weekend (Jum’at dan Sabtu malam) Pasar Semawis selalu membuka wisata kuliner di sepanjang jalan dan hanya berjarak 200 meter saja dari penginapan. Yaaak hanya 200 meter!!! Tapi kemarin (hari Jum’at) saat kami dalam kondisi lapar malah harus mencari makanan dengan berjalan kaki sampai hampir 1km, karena kami tidak tau kalau setiap weekend ada wisata kuliner, hahahaaaaa. Makanan yang dijual beranekaragam, ada seafood, soto, sate, es krim, bir pletok, pudding, salad, waaah pokoknya banyak sekali macamnya deeeeeh. Kami kenyang sekali. Tapi harus tetap hati-hati, lihat dan tanyakan dulu halal atau tidak.

















Itu tadi cerita perjalanan kami di Semarang. Kami senang sekali mengunjungi tempat-tempat baru dan mendapat banyak informasi mengenai tempat tersebut.







Komentar