Juli 2018
Untuk ulasan hari pertama di Malang saya harus membagi dalam 3 (tiga) artikel, kali ini pada hari kedua saya hanya membuat dalam 1 (satu) postingan saja karena sedang banyak artikel lainnya yang mau saya bahas, heheheee (sok banget yak).
1. Museum Brawijaya
Tempat pertama yang kami datangi adalah Museum Brawijaya, karena jaraknya yang dekat dengan penginapan (± 1km) maka kami tempuh dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana jalan dan udara sejuk di kota Malang pada pagi hari. Di sepanjang Jl. Besar Ijen Malang yang kami lalui membuat saya merasa tenang, trotoar yang besar dan komplek perumahan yang megah dengan pepohonan yang asri, hmmm membuat nyaman dipandang mata.
Memasuki pagar kita sudah disambut oleh tank, senjata api dan meriam juga patung Panglima Jendral Sudirman (untuk mengenang jasa-jasa beliau). Karena baterai kamera hampir habis, saya tidak banyak mengambil foto di Museum Brawijaya, agar baterai tetap bertahan hingga malam nanti, heheheee.
Di Ruang 1 kita akan menemukan koleksi senjata api yang digunakan dalam gerilya merebut kemerdekaan Negara Republik Indonesia juga dalam peristiwa PETA di Blitar tahun 1945 dan Pertempuran 10 November 1945, selain itu ada juga mobil De Soto dan furniture bersejarah (meja dan kursi yang digunakan untuk Perundingan Meja Bundar). Banyak foto-foto pertempuran yang dipajang di area ini, juga peralatan kedokteran yang digunakan oleh Dr. Handiyono semasa bertugas (dokter KODAM VIII JATIM pada tahun 1946 yang gugur dalam pertempuran di daerah Mojokerto – Surabaya).
mobil De Soto
PEMUDA: entah mereka hidup di jaman kapanpun, gaya mereka selalu trendi dan kece ketika berhadapan dengan kamera...
Di Ruang 2 lebih banyak memamerkan koleksi piala-piala, uang yang beredar pada masa revolusi, mesin ketik dan komputer tua, foto-foto peristiwa pemberontakan pada masa kemerdekaan juga foto-foto kota Malang tempo dulu.
Gerbong Maut
Di area halaman tengah terdapat Gerbong Maut dan Perahu Sigigi. Ada cerita tragis dibalik Gerbong Maut, menurut sumber (klik ini):
Kisah gerbong maut berlatar waktu tahun 1947 di mana saat itu masih terjadi agresi militer Belanda. Ada banyak gerilyawan dan tentara yang berupaya mempertahankan kemerdekaan. Salah satu perlawanan tersebut ada di Bondowoso.
Para pejuang ditangkapi. Oleh karena jumlah tahanan yang tidak dapat ditampung di penjara Bondowoso, maka 100 tahanan yang dianggap paling berbahaya pun hendak dipindahkan ke penjara Bubutan Surabaya pada 23 November 1947.
Ada tiga gerbong kereta, GR5769 dan GR4416 dan GR10152. Oleh karena tidak adanya makanan minuman, serta ruang bernafas yang susah maka sebagian besar tahanan pun lemas setelah mengalami perjalanan belasan jam.
Mereka berdesakan, kelelahan, dan terpanggang oleh panasnya gerbong. Sungguh malang, 46 tahanan tewas mengenaskan, korban terbesar di gerbong GR10152 yang tidak memiliki ventilasi udara sama sekali.
2. Kampung Jodipan
Kreativitas warga kampung yang mulai populer pada tahun 2016 yang dicetuskan oleh GuysPro (komunitas mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang (klik ini dan ini) di mana pada awalnya tujuan proyek ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Event Public Relations, yang mengharuskan membuat program yang bermanfaat untuk masyarakat dengan menggandeng perusahaan swasta atau pemerintah sebagai klien. Maka terciptalah objek wisata Kampung Warna-Warni Jodipan yang terinspirasi dari proyek 'Favelas' di Rio de Janeiro, Brasil dan Cinque Terre di Riviera, Italia.
dengan kondisi muka yang sedang jerawatan, pokoknya yang penting gaya dulu
Kampung yang pada awalnya terlihat kumuh akibat kebiasaan buruk warga kampung yang sering membuang sampah sembarangan, disulap menjadi pemukiman yang cantik dan bersih.
perpustakaan mini
Proyek yang sangat kreatif ini sangat didukung oleh warga, bahkan warga sangat antusias ikut berpartisipasi dalam proyek GuysPro, mulai dari kerja bakti membersihkan kampung dan mengecat rumah-rumah yang ada di kampung mereka. Pada tahun 2017 dibuat juga jembatan kaca yang menghubungkan Kampung Jodipan dan Kampung Kesatrian.
Proyek Kampung Warna-Warni Jodipan tidak berhenti begitu saja, wargapun mengembangkan kampungnya dengan menambahkan kreasi sepeti payung warna-warni, hiasan umbul-umbul warna-warni, mengecat tembok luar rumah dengan lukisan 3D. Maka dari itu tempat ini selain dikenal dengan Kampung Warni-Warni dapat juga disebut dengan Kampung Tridi Jodipan.
3. Museum Sejarah Bentoel
…I love the blue of Indonesia, it's the flavor in the air…
Kalau ada yang ingat lirik lagu iklan rokok ini berarti Anda sudah tua, sama seperti saya (hahahaaaaa), saya lihat iklan rokok ini ketika saya masih SD. Yak, rokok Bentoel!!!. Mungkin generasi tahun 2000an asing mendengar brand rokok ini, bahkan saya kira pabrik rokok merek ini sudah bangkrut karena memang sudah tidak beredar lagi.
Ternyata pabriknya tidak bangkrut, hanya saja rokok merek BENTOEL berganti menjadi DUNHILL setelah perusahaan rokok Tjap Bentoel bergabung dengan PT British American Tobacco.
Berikut penjelasan yang bisa saya sampaikan berdasarkan sumber informasi yang saya dapat di Museum Sejarah Bentoel:
1930
Ong Hok Liong mulai mendirikan perusahaan pabrik rokok kecil “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong”
1935
Bungkus rokok BENTOEL MERAH pertama kali diperkenalkan dan nama mereknya adalah “Rokok Tjap Bentoel”
1954
Nama perusahaan diganti menjadi PT Perusahaan Tjap Bentoel
1968
Inovasi Bentoel: Menghasilkan rokok kretek pertama yang dibuat dengan mesin
1972
Peresmian kantor pusat Bentoel di Malang
1990
Pertama kali-nya terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya
2000
Berubah nama menjadi PT Bentoel Intenasional Investama, Tbk.
2009
Diambil-alih oleh British American Tobacco plc (B.A.T), perusahaan tembakau terbesar kedua di dunia
2010
Bergabung dengan PT BAT Indonesia, Tbk berubah menjadi Bentoel Group
2012
Meluncurkan DUNHILL Fine Cut Mild, rokok kretek pertama menggunakan merek internasional yang diproduksi sebagai anggota British American Tobacco Group
4. Malang Night Paradise
Setelah beristirahat sebentar di penginapan, sehabis maghrib kami melanjutkan ke tempat berikutya: Malang Night Paradise. Taman lampion LED warna-warni yang dibuat wahana objek foto (dapat dilihat di sini). Selain itu ada juga wahana Magic Journey Malang Night Paradise (klik ini), dengan tiket tambahan sebesar Rp. 30.000,- pengunjung dapat menikmati kreasi lampu LED warna-warni dengan menggunakan perahu (kami tidak mencoba wahana ini, karena sudah capek, heheheee)
di area ini kita bisa nobar (nonton bareng) dengan konsep layar tancap
spot yang paling susah nunggu sepi, hahahaaa
Sebelum keluar, di area paling akhir ada wahana Taman Dinosaurus (klik ini), robot replika dinosaurus yang dapat bergerak-gerak dan bersuara mirip seperti Taman Petualangan Dinosaurus yang ada di TMII (klik ini), hanya saja di sini kita berkeliling pada malam hari. Di area Taman Dinosaurus tidak sempat saya foto, karena kali ini baterai kamera saya benar-benar sudah habis…bis…bis… (heheheee)
Itu saja cerita dari saya tentang liburan ke Malang… Tunggu postingan saya yang lainnya…
Komentar
Posting Komentar