Januari 2014
Daerah tempat tinggal saya letaknya tidak jauh dari Banten Lama (sekitar 6 km). Banten Lama merupakan daerah Kesultanan Banten yang mencapai puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Abu Fath Abdul Fatah atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa sekitar tahun 1650-an sampai tahun 1680-an.
Salah satu peninggalan sejarah dari Kesultanan Banten selain Masjid Agung Banten adalah Keraton Surosowan.
Saya ambil dari Wikipedia (klik ini), Keraton Surosowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.
Selanjutnya pada masa penguasa Banten berikutnya bangunan keraton ini ditingkatkan bahkan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Surowowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten juga disebut dengan Kota Intan.
Saat ini bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.
Ini adalah salah satu kolam untuk mandi para putri Sultan. Kondisinya sekarang sangat memprihatinkan, bahkan kerbaupun enggan mandi di kolam ini
Keraton Surosowan ini dulunya merupakan tempat tinggal raja berserta keluarganya. Layaknya keraton-keraton yang ada di Jawa, Keraton Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal raja, selain itu juga berfungsi sebagai pusat kerajaan dalam menjalankan segala bentuk aktivitas kerajaan dan pemerintahan. Semua itu dapat dilihat dan ditemukan dari artefak yang masih ada, yakni alun-alun di sebelah Masjid Agung di bagian barat serta pasar dan pelabuhan di sisi utara dan timur keraton.
Keraton ini mengalami kehancuran pada tahun 1680-an yang disebabkan oleh serangan Belanda. Pembangunan Keraton Surosowan kemudian dilakukan kembali dengan perbaikan sana-sini meskipun pada akhirnya harus mengalami kehancuran kembali akibat serangan Belanda pada tahun 1813, yakni ketika Herman Willem Daendels menjabat sebagai gubernur jenderal. Pada saat itu, Daendels meminta Kesultanan untuk memperpanjang proyek Anyer Panarukan.
Namun, permintaan tersebut ditolak oleh pihak Kesultanan Banten dengan cara yang cukup kasar, yakni pemenggalan kepala Komandan Du Puy selaku utusan Daendels dalam memohon perpanjangan proyek tersebut. Hal tersebut membuat Daendels marah dan kemudian menyerang Keraton Surosowan serta Keraton Kaibon sebagai bentuk kemarahannya. Itulah sebabnya, yang tertinggal di Keraton Surosowan ini hanyalah puing-puing yang berserakan saja.
Menurut saya perlawanan Kesultanan Banten terhadap penjajah Belanda saat itu merupakan bentuk mempertahankan harga diri untuk melindungi daerah dan rakyat yang dicintainya, walaupun harus merugi dalam bentuk besar.
Pintu masuk ke Keraton Surosowan agak sedikit membingungkan, karena tepat di depan gerbangnya terdapat pasar tradisional yang cukup ramai. Selain itu, pintu gerbang pagar dikunci dan tidak ada penjaganya, kita harus meminta kunci sendiri ke penjaga Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama yang letaknya di seberang Keraton Surosowan. Setau saya untuk masuk ke Keraton Surosowan tidak dikenakan biaya.
Seperti penjelasan dua sumber di atas (Wikipedia dan Wisata Banten) kondisi Keraton Surosowan saat ini berupa sisa puing-puing saja, malah menurut saya terlihat seperti lapangan rumput dan tak jarang juga digunakan oleh masyarakat sekitar untuk menggembala hewan ternaknya, bahkan di beberapa tempat situs sejarah Kesultanan Banten dipakai sebagai lapangan untuk kegiatan olahraga seperti pertandingan sepak bola atau senam sore ibu-ibu, miris sekali memang.
Sebenarnya jika saya ingin menjelajahi area Keraton Surosowan ini sangat luas sekali, bisa juga melalui terowongan ini. Tetapi saya urungkan, karena niat saya ke tempat ini untuk wisata sejarah bukan wisata "dunia lain" (seram juga chuuuy, takuuut).
Untuk foto-foto Keraton Surosowan lainnya dapat juga dilihat di situs Indonesia Kaya (klik ini).
Saya berharap ada orang-orang pintar dan kreatif untuk menghidupkan lagi situs-situs peninggalan sejarah Kesultanan Banten ini, misalnya dengan membuat miniatur replika bangunan Keraton Surosowan dalam bentuk utuh, sehingga kita paham bagaimana bentuk arsitektur dan denah Keraton Surosowan pada masa kejayaan Kesultanan Banten. Karena menurut saya, situs sejarah di daerah tempat tinggal saya (daerah Serang - Banten) masih kurang terawat.
Komentar
Posting Komentar